Ingin rasanya saya tertawa saat mengingat masa laluku. Dimana saat saya masih mengenyam pendidikan SD. Saat pelajaran berlangsung, seorang guru bertanya satu-satu kepada murid-muridnya mengenai cita-cita kita. “Pilot, Pembalap, Astronot, Presiden”. Semua jawabannya terdengar sangat sangat berkualitas. Very high-expectable. Dan saat itu saya kalau tidak salah menjawab Dokter sebagai pilihan saya. Hhmmm, masuk akal juga mengingat teman SDku yang tidak lebih pintar dariku menjawab kalau dia ingin menjadi seorang Menteri.

Saat umur bertambah; tinggi, berat, dan pemikiran telah berkembang untuk berbagai hal yang lebih maju seperti halnya evolusi manusia purba ke homo sapien. Cita-cita pun tidak stagnan seperti yang kami pikirkan seperti saat kita masih SD. Saat sudah menginjak SMP, saya ditanya oleh seorang kolega dari ayah mengenai cita-citaku. Aku pun menjawab, aku ingin menjadi Pegawai Pajak. Dari Dokter menjadi Pegawai Pajak??? Kenapa? Alasannya satu, karena waktu itu saya melihat anak dari ibu kosku sukses sebagai seorang pegawai pajak. Sukses karena memiliki mobil bagus. Sukses karena memiliki rumah besar. Sukses karena Materi. Dan perkembangan otak dan naluri anak-anak SD ke ABG SMP pun mulai berkembang untuk menentukan cita-cita mereka. Dari seorang Pilot menjadi seorang Insyinyur. Dari seorang Pembalap menjadi seorang Montir. Dari seorang Astronot menjadi Guru. Dan dari seorang Presiden menjadi Seorang-Apa-pun-lah-yang-penting-bisa-memimpin-makhluk-sejenisnya. Inilah yang disebut perubahan. Perlahan ataupun cepat. Kasat mata ataupun terlihat jelas. Menjadi lebih baik atau lebih buruk.

Dan semua perubahan itu tidak terhenti saat SMP, karena pada umumnya kita akan melanjutkan pendidikan formal kita. Itupun kalau kita memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan.

Saat sudah mengenal pilihan hidup yang lebih kompleks di jenjang SMA, pilihan untuk memilih kelas Ilmu Alam, Sosial, atau Bahasa serta pilihan untuk populer atau kuper menjadi sebuah makanan yang tak bisa kita abaikan. Pilihan untuk sebuah cita-cita pun menjadi sebuah mercusuar kita saat akan lulus SMA. Thank God! Otak kita masih cukup untuk bisa berfikir akan seperti apa kita nanti kelak karena sebuah lembaga penyedot uang bernama Universitas yang memberi kita pilihan untuk memilih fakultas apa yang akan kita pilih. Sehingga kita bisa menentukan cita-cita kita. Mau jadi Dokter, Politisi, Ahli Budaya, Pegawai Negeri Sipil, atau Pegawai Negeri SakPenak’e. semua terbantu dengan universitas yang telah mengerucutkan cita-cita kita ke depan kelak.

Nah yang menjadi sebuah masalah adalah justru saat kita sudah berada di tanjung masa perkuliahan kita. Pertanyaan-pertanyaan konvensional yang rasional sering menghantui kita.

“Setalah lulus kuliah nanti, kamu mau kerja jadi apa?”

Jika anda merasa berada dalam situasi ini, cobalah untuk terdiam sejenak untuk memikirkan hal ini. Terdiam sejenak tanpa musik, makanan, HP, facebook, twitter, atau apa pun yang mungkin bisa mengalihkan konsentrasi anda.

Jika anda sudah menemukan jawabannya baik tanpa perenungan atau dengan perenungan, GOOD JOB!!! Paling tidak otak anda masih bisa berfungsi seperti halnya saat masih SD. Namun jika anda tidak bisa menjawabnya. Satu pertanyaan lagi, Kenapa? Saat anda masih SD, anda bisa menjawabnya dengan sangat cepat, bahkan lebih cepat dari ibu-ibu yang berebut mengejar Sale. Tetapi saat otak telah berkembang lebih baik dan lebih banyak mendapat ilmu baik formal maupun informal anda justru kebingungan saat menjawab pertanyaan ini.

Itulah yang menjadi dasar semua ini. Kenapa saat kita masih kecil, kita bisa dengan sangat mudahnya memilih pilihan cita-cita kita. Namun setelah beranjak dewasa justru kita tidak bisa menentukannya. Apa otak kita terlalu banyak dijejali dengan materi-materi rongsokan yang justru membingungkan kita untuk jadi apa, atau otak kita mulai berfikir secara realistis karena bagaimanapun juga kita harus mensinkronkan apa yang kita punya dengan apa yang kita inginkan. Akan tetapi hal ini tidaklah bisa menjadi sebuah alasan kenapa kita menggaruk kepala saat ditanya pertanyaan di atas. Come on guys. Is it so hard to choose just ONE job/occupation just for your future?

Memang benar kita bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Memang benar masih banyak orang yang lebih berkualitas dari kita di luar sana yang menginginkan hal yang sama seperti yang kita inginkan. Memang benar bahwa jumlah pelamar pekerjaan dengan lowongan pekerjaan tidak sejajar. Memang semua itu benar. Akan tetapi apakah dengan semua kebenaran itu membuat kita memutuskan hasrat kita untuk memilih atau paling tidak bercita-cita? Sepertinya kita memang harus mengembalikan semangat masa kanak-kanak kita ke dalam diri kita sekarang. Bukan sebuah keinginan babu belaka akan tetapi sudah ditambah dengan bumbu-bumbu idealisme yang kita miliki sekarang. Milikilah semangat masa kanak-kanak itu!

Setelah menilik semua hal di atas sebelumnya, mungkin benar bahwa inilah yang disebut Evolusi. Sebuah perubahan yang terjadi pada sebuah spesies. Dan hal ini pulalah yang terjadi pada spesies bernama manusia.